Baik golongan Orientalis ataupun sebagian kelompok golongan Muslimin sendiri tak terasa senang dengan narasi dua malaikat ini dan menganggap sumber itu lemah sekali. Yang lihat kedua laki-laki (malaikat) dalam narasi penulis-penulis histori itu hanya anak-anak yang baru dua th. lebih sedikit umurnya. Begitu juga usia Muhammad saat itu. Walau demikian sumber-sumber itu sama pendapat bahwasanya Muhammad tinggal di tengah-tengah Keluarga Sa'd itu hingga meraih umur lima th.. Misalkata peristiwa itu berlangsung saat ia berumur dua 1/2 th., dan saat itu Halimah serta suaminya mengembalikannya kepada ibunya, tentulah ada kontradiksi dalam dua sumber cerita itu yang tidak bisa di terima. Oleh karenanya sebagian penulis berpendapat, bahwasanya ia kembali dengan Halimah itu untuk ketiga kalinya.
Dalam hal semacam ini Sir William Muir tidak ingin mengatakan cerita tentang dua orang berbaju putih itu, serta cuma mengatakan, bahwa bila Halimah serta suaminya telah mengerti ada suatu gangguan pada anak itu, maka barangkali saja itu yaitu suatu gangguan krisis urat-saraf, serta bila hal semacam itu tak sampai mengganggu kesehatannya adalah lantaran wujud badannya yang baik. Mungkin yang lainpun bakal berkata : Baginya tidak diperlukan lagi bakal ada yang perlu membelah perut atau dadanya, karena dari dilahirkan Tuhan telah mempersiapkannya supaya menggerakkan risalahNya. Dermenghem memiliki pendapat, bahwa cerita ini tak memiliki basic terkecuali dari yang di ketahui orang dari teks ayat yang berbunyi : " Tidakkah telah Kami lapangkan dadamu? Serta telah Kami bebaskan beban dari kau? Yang telah memberati punggungmu? " (Qur'an 94 : 1-3)
Apa yang sudah diisyaratkan Qur'an itu yaitu dalam arti rohani semata, yang tujuannya adalah membersihkan (menyucikan) dan membersihkan hati yang akan terima Risalah Kudus, kemudian meneruskannya seikhlas-ikhlasnya, dengan memikul segala beban lantaran Risalah yang berat itu.
Dengan sekian apa yang disuruh oleh golongan Orientalis dan pemikir-pemikir Muslim dalam hal semacam ini adalah bahwasanya peri hidup Muhammad yaitu sifatnya manusia hanya serta berbentuk peri kemanusiaan yang mulia. Serta untuk memperkuat kenabiannya itu memang tak perlu ia mesti bertumpu pada apa yang biasa dilakukan oleh mereka yang sukai pada yang ajaib-ajaib. Dengan sekian mereka beralasan sekali menampik respon penulis-penulis Arab serta golongan Muslimin perihal peri hidup Nabi yang tak masuk akal itu. Mereka memiliki pendapat bahwasanya apa yang dikemukakan itu tak searah dengan apa yang disuruh oleh Qur'an agar merenungkan ciptaan Tuhan, serta bahwa undang-undang Tuhan takkan ada yang berubah-ubah. Tak sesuai dengan ekspresi Qur'an perihal golongan Musyrik yg tidak mau mendalami serta tidak ingin tahu juga.
Muhammad tinggal pada Keluarga Sa'd hingga meraih umur lima tahun, hirup jiwa kebebasan serta kemerdekaan dalam udara sahara yang terlepas itu. Dari kabilah ini ia belajar mempergunakan bhs Arab yang murni, hingga sempat ia mengatakan pada rekan-temannya lalu : " Saya yang paling fasih diantara anda sekalian. Saya dari Quraisy namun diasuh di tengah-tengah Keluarga Sa'd bin Bakr. "
Lima th. saat yang ditempuhnya itu sudah berikan kenangan yang indah sekali serta abadi dalam jiwanya. Sekian juga Ibu Halimah serta keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang serta hormat sepanjang hidupnya itu.
Penduduk daerah itu sempat alami satu saat paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berbentuk unta yang dimuati air serta empat puluh ekor kambing. Serta tiap-tiap dia datang dibentangkannya bajunya yang paling bernilai untuk tempat duduk Ibu Halimah untuk tanda penghormatan. Saat Syaima, puterinya ada dibawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin sesudah Ta'if dikepung, kemudian dibawa pada Muhammad, ia selekasnya mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan pada keluarganya sesuai sama dengan hasrat wanita itu.
Sesudah lima th., lalu Muhammad kembali pada ibunya. Dikatakan juga, bahwasanya Halimah sempat mencari ketika ia sedang membawanya pulang ketempat keluarganya namun tidak menjumpainya. Ia mendatangi Abd'l-Muttalib serta memberitahukan bahwa Muhammad sudah sesat jalan saat ada di hulu kota Mekah. Lalu Abd'l-Muttalibpun menyuruh orang mencarinya, yang akhirnya dikembalikan oleh Waraqa bin Naufal, demikian setengah orang berkata.
Kemudian Abd'l-Muttalib yang melakukan tindakan mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh serta mencurahkan segala kasih-sayangnya pada cucu ini. Umumnya buat orang tua itu - pemimpin semua Quraisy serta pemimpin Mekah - diletakkannya hamparan tempat dia duduk dibawah naungan Ka'bah, dan anak-anaknya lalu duduk juga seputar hamparan itu sebagai penghormatan pada orang tua. Namun jika Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sebelahnya di atas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Lihat begitu besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak ingin membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.
Lebih-lebih lagi kecintaan kakek itu pada cucunya ketika Aminah lalu membawa anaknya itu ke Medinah untuk diperkenalkan pada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar.
Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dahulu. Sesampai mereka di Medinah kepada anak itu dipertunjukkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu dan tempat ia dikuburkan. Itu yaitu yang pertama kali ia rasakan untuk anak yatim. Serta mungkin juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar perihal bapak tercinta itu, yang sesudah sekian waktu tinggal berbarengan, kemudian wafat dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu. Setelah Pindah juga pernah Nabi menceritakan kepada sahabat-sahabatnya cerita perjalanannya yang pertama ke Medinah dengan ibunya itu. Cerita yang penuh cinta pada Medinah, kisah yang penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.
Sesudah cukup satu bulan mereka tinggal di Medinah, Aminah sudah bersiap-siap bakal pulang. Ia serta rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Namun di tengah perjalanan, saat mereka hingga di Abwa', 2 ibunda Aminah menanggung derita sakit, yang lalu wafat serta dikuburkan pula ditempat itu.
Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia semakin merasa kehilangan ; telah ditakdirkan jadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang semakin sunyi, semakin sedih. Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan Ayahanda semasa ia tetap dalam kandungan. Saat ini ia melihat sendiri di hadapannya, ibu pergi tidak untuk kembali lagi, seperti bapak dahulu. Badan yang tetap kecil itu kini dibiarkan menanggung beban hidup yang berat, untuk yatim-piatu.
Lebih-lebih lagi kecintaan Abd'l-Muttalib kepadanya. Tetapi sungguhpun demikian, masa lalu sedih untuk anak yatim-piatu itu bekasnya tetap mendalam sekali dalam jiwanya hingga di dalam Qur'anpun dijelaskan, saat Allah mengingatkan Nabi akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu : " Tidakkah engkau dalam situasi yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan melindungimu? Serta temukan kau kehilangan dasar, lalu ditunjukkanNya jalan itu? " (Qur'an, 93 : 6-7)
Kenangan yang memilukan hati ini mungkin bakal jadi agak meringankan juga sedikit, sekiranya Abd'l-Muttalib tetap dapat hidup lebih lama lagi. Namun orang tua itu juga wafat, dalam umur delapanpuluh th., tengah Muhammad saat itu baru berumur delapan th.. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan lantaran kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya saat ibunya wafat. Demikian sedihnya dia, sehingga senantiasa ia menangis sembari mengantarkan keranda jenazah hingga ketempat peraduan paling akhir.
Juga setelah itupun ia tetap terus mengenangkannya sekalipun sesudah itu, dibawah bimbingan Abu Talib pamannya ia mendapat perhatian serta pemeliharaan yang baik sekali, mendapat perlindungan hingga saat kenabiannya, yang selalu demikian sampai pamannya itupun achirnya wafat.
Sebenarnya kematian Abd'l-Muttalib ini adalah pukulan berat bagi Keluarga Hasyim seluruhnya. Diantara anak-anaknya itu tidak ada yang seperti dia : memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan yang tajam, terhormat serta punya pengaruh di kalangan Arab seluruhnya. Dia sediakan makanan serta minuman untuk mereka yang datang berziarah, berikan pertolongan pada penduduk Mekah apabila mereka memperoleh bencana. Saat ini nyatanya tidak ada lagi dari anak-anaknya itu yang akan melanjutkan. Yang dalam situasi miskin, tak dapat lakukan itu, tengah yang kaya hidupnya kikir sekali. Oleh karenanya maka Keluarga Umaya yang lalu tampak ke depan bakal mengambil tampuk pimpinan yang memanglah dari dahulu di idamkan itu, tiada menghiraukan ancaman yang datang dari pihak Keluarga Hasyim.
Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua diantara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, namun dia tak seberapa dapat. Sebaliknya Abbas yang dapat, namun dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia cuma memegang masalah siqaya (pengairan) tiada mengatur rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, namun Abu Talib memiliki perasaan paling halus serta terhormat di kalangan Quraisy. Serta tak juga mengherankan kalau Abd'l-Muttalib menyerahkan bimbingan Muhammad lalu pada Abu Talib.
Abu Talib menyukai kemenakannya itu sama seperti Abd'l-Muttalib juga. Lantaran kecintaannya itu ia memprioritaskan kemenakan dari pada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang mulia, cerdas, sukai berbakti serta baik hati, tersebut yang lebih menarik hati pamannya. Sempat disuatu saat ia akan pergi ke Syam membawa dagangan - saat itu umur Muhammad baru duabelas th. - mengingat sulitnya perjalanan menyeberangi padang pasir, tidak terpikirkan olehnya bakal membawa Muhammad. Akan namun Muhammad yang dengan ikhlas menyebutkan akan menemani pamannya itu, itu juga yang menyingkirkan sikap ragu-ragu dalam hati Abu Talib.
Anak itu lalu ikut serta dalam rombongan kafilah, hingga sampai di Bushra di samping selatan Syam. Dalam buku-buku riwayat hidup Muhammad dikisahkan, bahwasanya dalam perjalanan inilah ia bersua dengan rahib Bahira, serta bahwasanya rahib itu telah lihat sinyal tanda kenabian padanya sesuai sama dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Beberapa sumber menceritakan, bahwa rahib itu menasehatkan keluarganya agar jangan terlampau dalam masuk daerah Syam, karena dikuatirkan orang-orang Yahudi yang tahu sinyal tanda itu akan berbuat jahat pada dia.
Dalam perjalanan tersebut sepasang mata Muhammad yang indah itu melihat luasnya padang pasir, memandang bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit'l-Qura dan peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dengan telinganya yang
tajam semua narasi beberapa orang Arab serta masyarakat pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, perihal sejarahnya saat lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang telah masak, yang akan membuat ia lupa bakal kebun-kebun di Ta'if dan semua cerita orang perihal itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang serta gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam ini dapat Muhammad mengetahui berita-berita perihal Kerajaan Rumawi serta agama Kristennya, didengarnya berita perihal Kitab Suci mereka dan oposisi Persia dari penyembah api pada mereka serta persiapannya menghadapi perang dengan Persia.
Sekalipun usianya baru dua belas th., namun dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan serta ketajaman otak, telah memiliki tinjauan yang demikian dalam serta ingatan yang cukup kuat dan semua sifat-sifat sejenis itu yang diberikan alam kepadanya untuk satu persiapan bakal menerima risalah (misi) maha besar yang tengah menantinya. Ia melihat ke seputar, dengan sikap menyelidiki, mempelajari. Ia tidak puas pada semua yang didengar serta dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri : Di manakah kebenaran dari seluruhnya itu?
Nampaknya Abu Talib tak banyak membawa harta dari perjalanannya itu. Ia tak akan mengadakan perjalanan demikian. Jadi telah terasa cukup dengan yang sudah diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya yang banyak sekalipun dengan harta yg tidak seberapa. Muhammad juga tinggal dengan pamannya, terima apa yang ada. Ia lakukan pekerjaan yang umum ditangani oleh mereka yang seusia dia. Apabila tiba bulan-bulan suci, terkadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, terkadang pergi berbarengan mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan 'Ukaz, Majanna dan Dhu'l-Majaz, dengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat serta Mu'allaqat. 3 Pendengarannya terpesona oleh sajak-sajak yang fasih menggambarkan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, menggambarkan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati serta jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato salah satunya beberapa orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa serta Musa, serta mengajak kepada kebenaran menurut kepercayaan mereka. Dinilainya seluruhnya itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini tambah baik daripada paganisma yang sudah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak seutuhnya ia terasa lega.
Dengan sekian dari muda-belia takdir sudah mengantarkannya ke jurusan yang bakal membawanya ke satu waktu bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, ketika Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yaitu risalah kebenaran dan petunjuk untuk semua umat manusia.
Kalau Muhammad telah mengetahui seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, telah mendengar beberapa penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak serta pidato-pidato dengan keluarganya dahulu di minggu seputar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga sudah mengetahui makna memanggul senjata, saat ia mengikuti paman-pamannya dalam Perang Fijar. Serta Perang Fijar tersebut salah satunya yang telah menimbulkan serta ada sangkut-pautnya dengan peperangan di kalangan kabilah-kabilah Arab. Diberi nama al-fijar4 ini karena ia berlangsung dalam bulan-bulan suci, pada saat kabilah-kabilah seharusnya tak bisa berperang. Pada saat itulah pekan-pekan dagang diselenggarakan di 'Ukaz, yang terdapat antara Ta'if dengan Nakhla serta pada Majanna dengan Dhu'l-Majaz, tidak jauh dari 'Arafat. Mereka disana sama-sama ganti menukar perdagangan, berlumba serta berdiskusi, setelah itu kemudian berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka'bah. Pekan 'Ukaz yaitu minggu yang paling populer diantara pekan-pekan Arab yang lain. Ditempat itu penyair-penyair terkemuka membacakan sajak-sajaknya yang paling baik, ditempat itu Quss (bin Sa'ida) berpidato serta ditempat itu juga orang-orang Yahudi, Nasrani serta penyembah-penyembah berhala masing-masing mengemukakan pandangan dengan bebas, karena bln. itu bulan suci.
Akan namun Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tak lagi menghormati bln. suci itu dengan mengambil kesempatan membunuh 'Urwa ar-Rahhal bin 'Utba dari kabilah Hawazin. Kejadian ini dikarenakan oleh lantaran Nu'man bin'l-Mundhir setiap th. kirim suatu kafilah dari Hira ke 'Ukaz membawa muskus, serta untuk ubahnya bakal kembali dengan membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba Barradz tampak sendiri serta membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Sekian juga 'Urwa lalu tampil pula sendiri dengan melewati jalan Najd menuju Hijaz.
Adapun pilihan Nu'man pada 'Urwa (Hawazin) ini telah menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya serta mengambil kabilah itu. Setelah itu lalu Barradz memberitahukan kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwasanya pihak Hawazin bakal menuntut balas pada Quraisy. Fihak Hawazin selekasnya menyusul Quraisy sebelum masuknya bln. suci. Maka terjadi perang antara mereka itu. Pihak Quraisy mundur serta memadukan diri dengan pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin berikan peringatan bahwa th. depan perang bakal diselenggarakan di 'Ukaz.
Perang sekian ini berjalan pada ke-2 iris pihak selama empat th. terus-menerus serta selesai dengan suatu perdamaian jenis pedalaman, yakni yang menanggung derita korban manusia lebih kecil mesti membayar ubah sejumlah jumlah kelebihan korban itu pada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy sudah membayar kompensasi sejumlah duapuluh orang Hawazin. Nama Barradz ini lalu jadi peribahasa yang menggambarkan kemalangan. Histori tak berikan kepastian mengenai usia Muhammad pada saat Perang Fijar itu berlangsung. Ada yang menyampaikan umurnya limabelas th., ada juga yang mengatakan duapuluh th.. Barangkali karena perbedaan ini karena perang itu berjalan sepanjang empat th.. Pada tahun permulaan ia berusia limabelas th. serta pada tahun berakhirnya perang itu ia telah masuk usia duapuluh th.