Halaman

Salam Persaudaraan Dunia dan Akhirat.

Langkah Dakwah Nabi Muhammad saw.





Nabi Muhammad saw. adalah salah seorang warga Bani Hasyim, suatu kabilah yang ada di dalam suku Quraisy. Ia lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah bertepatan dengan tanggal 20 Agustus 270 M dan dibesarkan dalam keluarga yang baik-baik hingga menjelang dewasa. Pendidikan yang diberikan keluarga dan para pengasuhnya membekas di dalam dirinya sehingga ia menjadi orang yang mendapat julukan al-Amin.

Menjelang usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kehidupan masyarakat, bersemedi atau berhalwat di gua Hira. Sebuah tempat yang terletak beberapa kilometer dari kota Mekkah. Di tempat itu, Muhammad saw. berusaha menenangkan jiwanya hingga berlama-lama dengan cara bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril datang ke hadapannya untuk menyampaikan wahyu yang pertama. Malaikat Jibril meminta Muhammad saw. untuk membaca wahyu itu.

اِقْرَأ بِسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ. خَلَقَ اْلاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلاَكْرَمُ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ اْلاِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ. ـ العلق

Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan nama Tuhanmu itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. al-‘Alaq: 1-5).

Namun Muhammad saw. tidak mampu melakukannya. Beliau berkata: “Saya tidak bisa membaca.” Perintah itu berkali-kali dilakukan hingga Jibril membacakan 5 ayat dari surah al-‘Alaq dan akhirnya Muhammad saw. mampu membaca wahyu pertama itu dengan baik.

Langkah Dakwah Nabi Muhammad saw.
Illustration from image google
Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad saw. telah dipilih Allah untuk menjadi Nabi dan Rasul. Dalam wahyu pertama ini Nabi Muhammad saw. belum mendapat perintah untuk melakukan dakwah islamiyah kepada umat manusia.

Setelah wahyu pertama itu datang, Malaikat Jibril lama tidak muncul. Sementara Nabi Muhammad saw. dengan harap-harap cemas menanti turunnya wahyu di tempat yang sama. Dalam keadaan bingung itulah kemudian Malaikat Jibril datang kembali membawa wahyu kedua yang membawa perintah untuk berdakwah. Wahyu itu adalah surah al-Muddatstsir ayat 1-7:

يآيُّهَااْلمُدَّثِّرْ. قُمْ فَاَنْذِرْ. وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَلاَتَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ. ـ المدّثّر

Artinya: “Hai orang-orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa, dan janganlah (memberi maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.”

Dengan turunnya wahyu kedua itu, mulailah Rasulullah saw. melakukan dakwah. Langkah pertama yang dilakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah orang yang pertama menerima dakwahnya adalah keluarga dan para sahabat dekatnya. Mula-mula isterinya, Siti Khadijah menerima ajakan tersebut. Lalu sepupunya, yaitu Ali bin Abi Thalib. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak kanak-kanak. Kemudian Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, seorang pengasuh Nabi Muhammad saw. sejak ibunya Siti Aminah masih hidup.

Di antara sahabat Rasul yang berhasil mengajak kawan karibnya untuk menerima dakwah Islam adalah Abu Bakar. Abu Bakar dikenal sebagai seorang pedagang yang amat luas pergaulannya. Melalui beliau banyak orang masuk Islam. Di antaranya adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abi al-Arqam, dan beberapa penduduk Mekkah lainnya dari kabilah Quraisy. Mereka langsung dibawa ke hadapan Nabi Muhammad saw. dan menyatakan keislamannya. Mereka ini dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Assabiqunal Awwalun, yakni orang-orang yang pertama memeluk Islam.

Setelah beberapa Rasulullah saw. melakukan dakwah secara rahasia, turunlah perintah Allah agar beliau melakukan dakwah secara terbuka di hadapan umum. Hal ini seperti dituturkan dalam QS. al-Hijr ayat 94:

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ ـ الحجر

Artinya: “Maka jelaskanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. al-Hijr: 94).

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw. dalam berdakwah secara terbuka adalah mengundang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bani Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Saya bawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya untuk mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?” Mereka semua menolak kecuali Ali bin Abi Thalib.

Langkah-langkah seterusnya yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah menyeru masyarakat umum. Beliau mulai menyeru ke segenap lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat bangsawan hingga kelas hamba sahaya. Mula-mula beliau menyeru penduduk Mekkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Pertemuan dengan penduduk Mekkah dilakukan di bukit Shafa. Dalam pertemuan itu, Nabi Muhammad saw. menjelaskan bahwa ia diutus oleh Allah untuk mengajak mereka menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala.

Masyarakat Quraisy tidak percaya sama sekali bahkan mendustakan dan mengejek Nabi Muhammad saw. Di antara yang mendustakan itu adalah Abu Lahab dan isterinya. Isi pidato itu antara lain adalah:
  • Peringatan dan ancaman Allah bagi orang yang tidak beriman. Sebaliknya, kenikmatan dan surga bagi orang yang beriman dan beramal saleh.
  • Bahwa pada hari kiamat nanti beliau tidak dapat memberikan pertolongan, kecuali amal perbuatan manusia itu sendiri yang akan menolongnya.
  • Permohonan kepada keluarganya supaya dapat membantu dan memelihara agama Islam.

Mendengar seruan itu, Abu Lahab berkata kasar, “Kurang ajar kau hai Muhammad! Apakah hanya untuk ini kau kumpulkan kami?” Kemudian Abu Lahab mengambil batu dan melemparkannya ke arah Nabi Muhammad saw. Dalam menghadapi peristiwa itu beliau bersikap tenang dan berjiwa besar. Ia hadapi semuanya dengan kesabaran dan tawakal kepada Allah. Dari peristiwa itu turunlah wahyu Allah yang mengutuk Abu Lahab dan isterinya. (surah al-Lahab ayat 1-5).

Dengan seruan secara terbuka itu Nabi Muhammad saw. dan Islam menjadi perhatian dan perbincangan di kalangan masyarakat kota Mekkah. Masyarakat Quraisy beranggapan bahwa ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. tidak mempunyai dasar dan tujuan yang jelas. Oleh karena itu, mereka tidak peduli dan berusaha untuk menentangnya habis-habisan hingga agama Islam tersebut lenyap dari muka bumi ini. Bahkan mereka tidak mempedulikan keberadaan agama Islam di tengah-tengah kehidupan dan kepercayaan masyarakat. Arab yang telah mengakar dalam tradisi kehidupan masyarakatnya. Selain itu, mereka mulai mengatur strategi untuk mengacaukan kegiatan dakwah Islam dan berusaha menghambat gerak laju perkembangan agama Islam di kota Mekkah dan masyarakat Arab lainnya.

Meskipun begitu, Rasulullah saw. terus berdakwah tanpa mengenal lelah. Tidak mempedulikan ejekan dan gangguan yang ditujukan kepadanya dan para sahabatnya yang lain. Bahkan beliau terus berusaha untuk menegakkan risalah Allah di tengah-tengah kehidupan masyarakat Arab yang tidak baik itu.

Sejarah Kisah Nabi Muhammad SAW 2 : Pernikahan Nabi Muhammad

Baik golongan Orientalis ataupun sebagian kelompok golongan Muslimin sendiri tak terasa senang dengan narasi dua malaikat ini dan menganggap sumber itu lemah sekali. Yang lihat kedua laki-laki (malaikat) dalam narasi penulis-penulis histori itu hanya anak-anak yang baru dua th. lebih sedikit umurnya. Begitu juga usia Muhammad saat itu. Walau demikian sumber-sumber itu sama pendapat bahwasanya Muhammad tinggal di tengah-tengah Keluarga Sa'd itu hingga meraih umur lima th.. Misalkata peristiwa itu berlangsung saat ia berumur dua 1/2 th., dan saat itu Halimah serta suaminya mengembalikannya kepada ibunya, tentulah ada kontradiksi dalam dua sumber cerita itu yang tidak bisa di terima. Oleh karenanya sebagian penulis berpendapat, bahwasanya ia kembali dengan Halimah itu untuk ketiga kalinya.

Dalam hal semacam ini Sir William Muir tidak ingin mengatakan cerita tentang dua orang berbaju putih itu, serta cuma mengatakan, bahwa bila Halimah serta suaminya telah mengerti ada suatu gangguan pada anak itu, maka barangkali saja itu yaitu suatu gangguan krisis urat-saraf, serta bila hal semacam itu tak sampai mengganggu kesehatannya adalah lantaran wujud badannya yang baik. Mungkin yang lainpun bakal berkata : Baginya tidak diperlukan lagi bakal ada yang perlu membelah perut atau dadanya, karena dari dilahirkan Tuhan telah mempersiapkannya supaya menggerakkan risalahNya. Dermenghem memiliki pendapat, bahwa cerita ini tak memiliki basic terkecuali dari yang di ketahui orang dari teks ayat yang berbunyi : " Tidakkah telah Kami lapangkan dadamu? Serta telah Kami bebaskan beban dari kau? Yang telah memberati punggungmu? " (Qur'an 94 : 1-3)

Apa yang sudah diisyaratkan Qur'an itu yaitu dalam arti rohani semata, yang tujuannya adalah membersihkan (menyucikan) dan membersihkan hati yang akan terima Risalah Kudus, kemudian meneruskannya seikhlas-ikhlasnya, dengan memikul segala beban lantaran Risalah yang berat itu.

Dengan sekian apa yang disuruh oleh golongan Orientalis dan pemikir-pemikir Muslim dalam hal semacam ini adalah bahwasanya peri hidup Muhammad yaitu sifatnya manusia hanya serta berbentuk peri kemanusiaan yang mulia. Serta untuk memperkuat kenabiannya itu memang tak perlu ia mesti bertumpu pada apa yang biasa dilakukan oleh mereka yang sukai pada yang ajaib-ajaib. Dengan sekian mereka beralasan sekali menampik respon penulis-penulis Arab serta golongan Muslimin perihal peri hidup Nabi yang tak masuk akal itu. Mereka memiliki pendapat bahwasanya apa yang dikemukakan itu tak searah dengan apa yang disuruh oleh Qur'an agar merenungkan ciptaan Tuhan, serta bahwa undang-undang Tuhan takkan ada yang berubah-ubah. Tak sesuai dengan ekspresi Qur'an perihal golongan Musyrik yg tidak mau mendalami serta tidak ingin tahu juga.

Muhammad tinggal pada Keluarga Sa'd hingga meraih umur lima tahun, hirup jiwa kebebasan serta kemerdekaan dalam udara sahara yang terlepas itu. Dari kabilah ini ia belajar mempergunakan bhs Arab yang murni, hingga sempat ia mengatakan pada rekan-temannya lalu : " Saya yang paling fasih diantara anda sekalian. Saya dari Quraisy namun diasuh di tengah-tengah Keluarga Sa'd bin Bakr. "

Lima th. saat yang ditempuhnya itu sudah berikan kenangan yang indah sekali serta abadi dalam jiwanya. Sekian juga Ibu Halimah serta keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang serta hormat sepanjang hidupnya itu.

Penduduk daerah itu sempat alami satu saat paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berbentuk unta yang dimuati air serta empat puluh ekor kambing. Serta tiap-tiap dia datang dibentangkannya bajunya yang paling bernilai untuk tempat duduk Ibu Halimah untuk tanda penghormatan. Saat Syaima, puterinya ada dibawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin sesudah Ta'if dikepung, kemudian dibawa pada Muhammad, ia selekasnya mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan pada keluarganya sesuai sama dengan hasrat wanita itu.

Sesudah lima th., lalu Muhammad kembali pada ibunya. Dikatakan juga, bahwasanya Halimah sempat mencari ketika ia sedang membawanya pulang ketempat keluarganya namun tidak menjumpainya. Ia mendatangi Abd'l-Muttalib serta memberitahukan bahwa Muhammad sudah sesat jalan saat ada di hulu kota Mekah. Lalu Abd'l-Muttalibpun menyuruh orang mencarinya, yang akhirnya dikembalikan oleh Waraqa bin Naufal, demikian setengah orang berkata.

Kemudian Abd'l-Muttalib yang melakukan tindakan mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh serta mencurahkan segala kasih-sayangnya pada cucu ini. Umumnya buat orang tua itu - pemimpin semua Quraisy serta pemimpin Mekah - diletakkannya hamparan tempat dia duduk dibawah naungan Ka'bah, dan anak-anaknya lalu duduk juga seputar hamparan itu sebagai penghormatan pada orang tua. Namun jika Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sebelahnya di atas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Lihat begitu besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak ingin membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.

Lebih-lebih lagi kecintaan kakek itu pada cucunya ketika Aminah lalu membawa anaknya itu ke Medinah untuk diperkenalkan pada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar.

Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dahulu. Sesampai mereka di Medinah kepada anak itu dipertunjukkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu dan tempat ia dikuburkan. Itu yaitu yang pertama kali ia rasakan untuk anak yatim. Serta mungkin juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar perihal bapak tercinta itu, yang sesudah sekian waktu tinggal berbarengan, kemudian wafat dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu. Setelah Pindah juga pernah Nabi menceritakan kepada sahabat-sahabatnya cerita perjalanannya yang pertama ke Medinah dengan ibunya itu. Cerita yang penuh cinta pada Medinah, kisah yang penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.

Sesudah cukup satu bulan mereka tinggal di Medinah, Aminah sudah bersiap-siap bakal pulang. Ia serta rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Namun di tengah perjalanan, saat mereka hingga di Abwa', 2 ibunda Aminah menanggung derita sakit, yang lalu wafat serta dikuburkan pula ditempat itu.

Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia semakin merasa kehilangan ; telah ditakdirkan jadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang semakin sunyi, semakin sedih. Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan Ayahanda semasa ia tetap dalam kandungan. Saat ini ia melihat sendiri di hadapannya, ibu pergi tidak untuk kembali lagi, seperti bapak dahulu. Badan yang tetap kecil itu kini dibiarkan menanggung beban hidup yang berat, untuk yatim-piatu.

Lebih-lebih lagi kecintaan Abd'l-Muttalib kepadanya. Tetapi sungguhpun demikian, masa lalu sedih untuk anak yatim-piatu itu bekasnya tetap mendalam sekali dalam jiwanya hingga di dalam Qur'anpun dijelaskan, saat Allah mengingatkan Nabi akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu : " Tidakkah engkau dalam situasi yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan melindungimu? Serta temukan kau kehilangan dasar, lalu ditunjukkanNya jalan itu? " (Qur'an, 93 : 6-7)

Kenangan yang memilukan hati ini mungkin bakal jadi agak meringankan juga sedikit, sekiranya Abd'l-Muttalib tetap dapat hidup lebih lama lagi. Namun orang tua itu juga wafat, dalam umur delapanpuluh th., tengah Muhammad saat itu baru berumur delapan th.. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan lantaran kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya saat ibunya wafat. Demikian sedihnya dia, sehingga senantiasa ia menangis sembari mengantarkan keranda jenazah hingga ketempat peraduan paling akhir.

Juga setelah itupun ia tetap terus mengenangkannya sekalipun sesudah itu, dibawah bimbingan Abu Talib pamannya ia mendapat perhatian serta pemeliharaan yang baik sekali, mendapat perlindungan hingga saat kenabiannya, yang selalu demikian sampai pamannya itupun achirnya wafat.

Sebenarnya kematian Abd'l-Muttalib ini adalah pukulan berat bagi Keluarga Hasyim seluruhnya. Diantara anak-anaknya itu tidak ada yang seperti dia : memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan yang tajam, terhormat serta punya pengaruh di kalangan Arab seluruhnya. Dia sediakan makanan serta minuman untuk mereka yang datang berziarah, berikan pertolongan pada penduduk Mekah apabila mereka memperoleh bencana. Saat ini nyatanya tidak ada lagi dari anak-anaknya itu yang akan melanjutkan. Yang dalam situasi miskin, tak dapat lakukan itu, tengah yang kaya hidupnya kikir sekali. Oleh karenanya maka Keluarga Umaya yang lalu tampak ke depan bakal mengambil tampuk pimpinan yang memanglah dari dahulu di idamkan itu, tiada menghiraukan ancaman yang datang dari pihak Keluarga Hasyim.

Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua diantara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, namun dia tak seberapa dapat. Sebaliknya Abbas yang dapat, namun dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia cuma memegang masalah siqaya (pengairan) tiada mengatur rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, namun Abu Talib memiliki perasaan paling halus serta terhormat di kalangan Quraisy. Serta tak juga mengherankan kalau Abd'l-Muttalib menyerahkan bimbingan Muhammad lalu pada Abu Talib.

Abu Talib menyukai kemenakannya itu sama seperti Abd'l-Muttalib juga. Lantaran kecintaannya itu ia memprioritaskan kemenakan dari pada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang mulia, cerdas, sukai berbakti serta baik hati, tersebut yang lebih menarik hati pamannya. Sempat disuatu saat ia akan pergi ke Syam membawa dagangan - saat itu umur Muhammad baru duabelas th. - mengingat sulitnya perjalanan menyeberangi padang pasir, tidak terpikirkan olehnya bakal membawa Muhammad. Akan namun Muhammad yang dengan ikhlas menyebutkan akan menemani pamannya itu, itu juga yang menyingkirkan sikap ragu-ragu dalam hati Abu Talib.

Anak itu lalu ikut serta dalam rombongan kafilah, hingga sampai di Bushra di samping selatan Syam. Dalam buku-buku riwayat hidup Muhammad dikisahkan, bahwasanya dalam perjalanan inilah ia bersua dengan rahib Bahira, serta bahwasanya rahib itu telah lihat sinyal tanda kenabian padanya sesuai sama dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Beberapa sumber menceritakan, bahwa rahib itu menasehatkan keluarganya agar jangan terlampau dalam masuk daerah Syam, karena dikuatirkan orang-orang Yahudi yang tahu sinyal tanda itu akan berbuat jahat pada dia.

Dalam perjalanan tersebut sepasang mata Muhammad yang indah itu melihat luasnya padang pasir, memandang bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit'l-Qura dan peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dengan telinganya yang
tajam semua narasi beberapa orang Arab serta masyarakat pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, perihal sejarahnya saat lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang telah masak, yang akan membuat ia lupa bakal kebun-kebun di Ta'if dan semua cerita orang perihal itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang serta gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam ini dapat Muhammad mengetahui berita-berita perihal Kerajaan Rumawi serta agama Kristennya, didengarnya berita perihal Kitab Suci mereka dan oposisi Persia dari penyembah api pada mereka serta persiapannya menghadapi perang dengan Persia.

Sekalipun usianya baru dua belas th., namun dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan serta ketajaman otak, telah memiliki tinjauan yang demikian dalam serta ingatan yang cukup kuat dan semua sifat-sifat sejenis itu yang diberikan alam kepadanya untuk satu persiapan bakal menerima risalah (misi) maha besar yang tengah menantinya. Ia melihat ke seputar, dengan sikap menyelidiki, mempelajari. Ia tidak puas pada semua yang didengar serta dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri : Di manakah kebenaran dari seluruhnya itu?

Nampaknya Abu Talib tak banyak membawa harta dari perjalanannya itu. Ia tak akan mengadakan perjalanan demikian. Jadi telah terasa cukup dengan yang sudah diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya yang banyak sekalipun dengan harta yg tidak seberapa. Muhammad juga tinggal dengan pamannya, terima apa yang ada. Ia lakukan pekerjaan yang umum ditangani oleh mereka yang seusia dia. Apabila tiba bulan-bulan suci, terkadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, terkadang pergi berbarengan mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan 'Ukaz, Majanna dan Dhu'l-Majaz, dengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat serta Mu'allaqat. 3 Pendengarannya terpesona oleh sajak-sajak yang fasih menggambarkan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, menggambarkan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati serta jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato salah satunya beberapa orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa serta Musa, serta mengajak kepada kebenaran menurut kepercayaan mereka. Dinilainya seluruhnya itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini tambah baik daripada paganisma yang sudah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak seutuhnya ia terasa lega.

Dengan sekian dari muda-belia takdir sudah mengantarkannya ke jurusan yang bakal membawanya ke satu waktu bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, ketika Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yaitu risalah kebenaran dan petunjuk untuk semua umat manusia.

Kalau Muhammad telah mengetahui seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, telah mendengar beberapa penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak serta pidato-pidato dengan keluarganya dahulu di minggu seputar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga sudah mengetahui makna memanggul senjata, saat ia mengikuti paman-pamannya dalam Perang Fijar. Serta Perang Fijar tersebut salah satunya yang telah menimbulkan serta ada sangkut-pautnya dengan peperangan di kalangan kabilah-kabilah Arab. Diberi nama al-fijar4 ini karena ia berlangsung dalam bulan-bulan suci, pada saat kabilah-kabilah seharusnya tak bisa berperang. Pada saat itulah pekan-pekan dagang diselenggarakan di 'Ukaz, yang terdapat antara Ta'if dengan Nakhla serta pada Majanna dengan Dhu'l-Majaz, tidak jauh dari 'Arafat. Mereka disana sama-sama ganti menukar perdagangan, berlumba serta berdiskusi, setelah itu kemudian berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka'bah. Pekan 'Ukaz yaitu minggu yang paling populer diantara pekan-pekan Arab yang lain. Ditempat itu penyair-penyair terkemuka membacakan sajak-sajaknya yang paling baik, ditempat itu Quss (bin Sa'ida) berpidato serta ditempat itu juga orang-orang Yahudi, Nasrani serta penyembah-penyembah berhala masing-masing mengemukakan pandangan dengan bebas, karena bln. itu bulan suci.

Akan namun Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tak lagi menghormati bln. suci itu dengan mengambil kesempatan membunuh 'Urwa ar-Rahhal bin 'Utba dari kabilah Hawazin. Kejadian ini dikarenakan oleh lantaran Nu'man bin'l-Mundhir setiap th. kirim suatu kafilah dari Hira ke 'Ukaz membawa muskus, serta untuk ubahnya bakal kembali dengan membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba Barradz tampak sendiri serta membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Sekian juga 'Urwa lalu tampil pula sendiri dengan melewati jalan Najd menuju Hijaz.

Adapun pilihan Nu'man pada 'Urwa (Hawazin) ini telah menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya serta mengambil kabilah itu. Setelah itu lalu Barradz memberitahukan kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwasanya pihak Hawazin bakal menuntut balas pada Quraisy. Fihak Hawazin selekasnya menyusul Quraisy sebelum masuknya bln. suci. Maka terjadi perang antara mereka itu. Pihak Quraisy mundur serta memadukan diri dengan pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin berikan peringatan bahwa th. depan perang bakal diselenggarakan di 'Ukaz.

Perang sekian ini berjalan pada ke-2 iris pihak selama empat th. terus-menerus serta selesai dengan suatu perdamaian jenis pedalaman, yakni yang menanggung derita korban manusia lebih kecil mesti membayar ubah sejumlah jumlah kelebihan korban itu pada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy sudah membayar kompensasi sejumlah duapuluh orang Hawazin. Nama Barradz ini lalu jadi peribahasa yang menggambarkan kemalangan. Histori tak berikan kepastian mengenai usia Muhammad pada saat Perang Fijar itu berlangsung. Ada yang menyampaikan umurnya limabelas th., ada juga yang mengatakan duapuluh th.. Barangkali karena perbedaan ini karena perang itu berjalan sepanjang empat th.. Pada tahun permulaan ia berusia limabelas th. serta pada tahun berakhirnya perang itu ia telah masuk usia duapuluh th.

Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad saw. di Madinah

Adapun langkah-langkah Nabi Muhammad saw. ketika tiba di Madinah adalah sebagai berikut:

1. Membangun Masjid

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw. setibanya di Madinah adalah membangun masjid. Masjid pertama dibangunnya di Quba pada sebuah tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi selain untuk pembangunan masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid inilah yang dikenal kemudian dengan namaMasjid Nabawi.

Masjid yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah sholat, juga dipergunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan, mengadili berbagai perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah, pertemuan-pertemuan dan lain sebagainya. Dengan demikian, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan saat itu.

Dengan dibangunnya masjid ini, umat Islam tidak merasa takut lagi untuk melaksanakan sholat dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka tidak takut lagi dikejar-kejar oleh orang-orang musyrik dan orang-orang yang tidak suka terhadap Islam. Sejak saat itulah pelaksanaan sholat telah terumuskan dengan baik dan sempurna. Panggilan untuk melaksanakan sholat juga telah dikumandangkan. Orang yang pertama kali mengumandangkan panggilan sholat atau azan adalah Bilal bin Rabah. Dia diberi kepercayaan untuk melaksanakan azan karena memiliki suara yang sangat bagus dan merdu. Dari hari ke hari masjid Madinah menjadi ramai karena terus didatangi oleh para jamaah yang akan melaksanakan sholat berjamaah bersama Nabi Muhammad saw.

Berdirinya masjid tersebut bukan saja merupakan tonggak berdirinya masyarakat Islam, juga merupakan titik awal pembangunan kota. Jalan-jalan raya di sekitar masjid dengan sendirinya tertata rapi, sehingga lama-kelamaan tempat itu menjadi pusat kota dan pusat perdagangan serta pemukiman. Nabi Muhammad saw. sendiri sangat besar perhatiannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sarana jalan dan jembatan. Beliau bersama-sama umat Islam membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan antara satu lembah dengan lembah yang lain sehingga masyarakat setempat dapat berhubungan dengan masyarakat lainnya.

Ramainya pembangunan di kota Madinah menyebabkan masyarakat yang berasal dari wilayah lain berdatangan ke kota baru ini, baik untuk tujuan perdagangan maupun tujuan-tujuan lainnya. Hal ini menyebabkan Madinah menjadi kota terbesar di jazirah Arabia.

2. Menciptakan Persaudaraan Baru

Sejak kedatangan Nabi Muhammad saw. di Madinah, beliau selalu melakukan langkah-langkah positif demi perbaikan kehidupan masyarakat muslim Madinah khususnya dan masyarakat non muslim pada umumnya sehingga tercipta suasana aman dan damai. Langkah konkret lain yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah menciptakan persaudaraan baru antara kaum muslimin yang berasal dari Mekkah (kaum Muhajirin) dengan umat Islam Madinah (kaum Anshar). Langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat barisan umat Islam di kota Madinah.

Untuk mencapai maksud tersebut, Nabi Muhammad saw. mengajak kaum muslimin supaya masing-masing bersaudara demi Allah. Nabi Muhammad saw. sendiri bersaudara dengan Ali ibnu Abi Thalib, Hamzah ibnu Abdul Mutholib bersaudara dengan Zaid, Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah ibnu Zaid, Umar ibnu Khattab dengan 'Ithbah ibnu Malik al-Khazraji dan Ja'far ibnu Abi Thalib dengan Mu'adz ibnu Jabal. Muhajirin lainnya dipersaudarakan dengan kaum Anshar yang lain.

Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan yang berdasarkan darah. Dalam persaudaraan seperti ini, kaum Anshar memperlihatkan sikap sopan dan ramah dengan saudara mereka kaum Muhajirin. Kaum Anshar turut merasakan kepedihan dan penderitaan yang dialami saudara-saudara mereka dari kota Mekkah tersebut, karena mereka datang ke Madinah tanpa membawa harta kekayaan, sanak saudara, dan sebagainya. Sehingga mereka benar-benar menderita dan memerlukan pertolongan.

Sejak terciptanya tali persaudaraan di antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, suasana semakin damai dan aman karena kaum Muhajirin kemudian banyak yang telah melakukan kegiatan perdagangan dan pertanian. Di antaranya adalah Abdurrahman bin 'Auf menjadi pedagang dan Abu Bakar, Umar, dan Ali menjadi petani. Nabi selalu menganjurkan kepada umat Islam untuk bekerja keras dalam mencari nafkah yang halal demi kehidupan mereka di Madinah.
Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad saw. di Madinah
Illustration from image Google

3. Perjanjian Dengan Masyarakat Yahudi Madinah

Langkah selanjutnya yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah bermusyawarah dengan para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar unuk merumuskan pokok-pokok pemikiran yang akan dijadikan undang-undang. Rancangan ini memuat aturan yang berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan masyarakat Yahudi yang sedia hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam. Undang-undang ini kemudian dikenal sebagai sebuah Piagam Madinah yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.

Di antara butir-butir perjanjian itu adalah sebagai berikut:
  1. Kaum Muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
  2. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang diserang.
  3. Kaum Muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama.
  4. Muhammad Rasulullah adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.

Dengan diserahkannya semua perselisihan yang tidak terselesaikan secara musyawarah akan diserahkan kepada Nabi Muhammad saw., berarti masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. di Madinah sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, yaitu negara Madinah. Di negara baru ini Nabi Muhammad saw. diangkat secara aklamasi sebagai kepala negara dan diberikan otoritas untuk memimpin dan melaksanakan ketatanegaraan yang telah disepakati bersama.

Piagam Madinah yang telah disepakati bersama itu menjadi titik tolak pembentukan negara yang demokratis, karena di dalam perjanjian tersebut terdapat poin-poin yang memberikan kebebasan kepada para penduduknya, termasuk penduduk yang bukan muslim untuk menjalankan perintah agamanya tanpa mendapat gangguan apapun.

Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, ternyata piagam tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh orang-orang Yahudi, bahkan mereka melanggar perundang-undangan yang telah disepakati tersebut. Dengan demikian, maka piagam Madinah tidak dapat dilaksanakan dan hanya berlaku beberapa waktu saja.

Sejarah Kisah Nabi Muhammad SAW 1 : Kelahiran Muhammad

Sinopsis Sejarah Kisah Nabi Muhammad SAW

-Perkawinan Abdullah dengan Aminah 
-Abdullah meninggal dunia
-Kelahiran Muhammad disusukan oleh Keluarga Sa'd
-Kisah dua malaikat
-Lima tahun tinggal di pedalaman
-Aminah meninggal dunia
-Dibawah bimbingan Abd'l-Muttalib
-Abd'l-Muttalib meninggal dunia
-Dibawah bimbingan Abu Talib
-Pergi ke Suria dalam umur dua belas tahun
-Perang Fijar
-Menggembala kambing
-Ke Suria membawa dagangan Khadijah
-Perkawinannya dengan Khadijah


USIA Abd'l-Muttalib telah nyaris meraih tujuhpuluh tahun atau lebih ketika Abraha coba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Saat itu usia Abdullah anaknya sudah duapuluh empat th., serta telah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd'l-Muttalib jatuh pada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra saat itu yang sesuai pula usianya serta memiliki kedudukan terhormat. Maka pergilah anak-beranak itu akan berkunjung ke keluarga Zuhra. Ia dengan anaknya menjumpai Wahb serta melamar puterinya. Beberapa penulis sejarah memiliki pendapat, bahwasanya ia pergi menjumpai Uhyab, paman Aminah, karena saat itu ayahnya telah wafat serta dia di bawah bimbingan pamannya. Pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abd'l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia.

Abdullah dengan Aminah tinggal sepanjang tiga hari di rumah Aminah, sesuai sama dengan kebiasaan rutinitas Arab apabila perkawinan dilangsungkan dirumah keluarga pengantin puteri. Setelah itu mereka geser berbarengan ke keluarga Abd'l-Muttalib. Tak seberapa lama lalu Abdullahpun pergi dalam satu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan istri yang dalam keadaan hamil. Perihal ini tetap ada banyak keterangan yang berlainan : adakah Abdullah kawin lagi tak hanya dengan Aminah ; adakah wanita lain yang datang tawarkan diri kepadanya? Terasa tidak ada gunanya menyelidiki keterangan-keterangan sejenis ini. Yang pasti adalah Abdullah adalah seseorang pemuda yang tegap serta tampan. Bukan hanya hal yang luar umum bila ada wanita lain yang mau jadi istrinya selain Aminah. Namun sesudah perkawinannya dengan Aminah itu hilanglah harapan yang lain meskipun untuk sesaat. Siapa tahu, mungkin mereka tetap menanti ia pulang dari perjalanannya ke Syam untuk jadi istrinya di samping Aminah.

Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal sepanjang beberapa bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza serta kembali lagi. Kemudian ia berkunjung ke tempat saudara-saudara ibunya di Madinah sebatas beristirahat setelah terasa letih sepanjang dalam perjalanan. Setelah itu ia bakal kembali pulang dengan kafilah ke Mekah. Walau demikian lalu ia menanggung derita sakit di tempat saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan dia. Serta merekalah yang mengemukakan berita sakitnya itu pada ayahnya sesudah mereka hingga di Mekah.


Begitu berita hingga pada Abd'l-Muttalib ia mengutus Harith - anaknya yang sulung - ke Madinah, agar membawa kembali bila ia telah pulih. Namun sesampainya di Madinah ia mengetahui bahwasanya Abdullah telah wafat serta telah dikuburkan pula, satu bulan setelah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith pada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka serta sedih menimpa hati Abd'l-Muttalib, menimpa hati Aminah, lantaran ia kehilangan seorang suami yang sampai kini jadi harapan kebahagiaan hidupnya. Sekian juga Abd'l-Muttalib benar-benar sayang kepadanya sehingga penebusannya pada Sang Berhala yang sekian rupa belum sempat berlangsung di kelompok orang-orang Arab sebelum saat itu.

Peninggalan Abdullah setelah meninggal dunia terbagi dalam lima ekor unta, sekumpulan ternak kambing serta seseorang budak wanita, yaitu Umm Ayman - yang lalu jadi pengasuh Nabi. Boleh jadi peninggalan sama itu bukan hanya bermakna satu tanda kekayaan ; namun tak juga adalah satu kemiskinan. Di samping itu usia Abdullah yang tetap dalam umur muda belia, sudah dapat bekerja serta berupaya meraih kekayaan. Dalam pada itu ia memanglah tak mewarisi suatu hal dari ayahnya yang masih hidup itu.

Aminah telah hamil, serta lalu, seperti wanita lain diapun melahirkan. Usai bersalin dikirimnya berita pada Abd'l Muttalib di Ka'bah, bahwasanya ia melahirkan seseorang anak laki-laki. Alangkah senangnya orang tua itu sesudah menerima berita. Sekalian ia teringat pada Abdullah anaknya. Senang sekali hatinya lantaran kenyatanya pengganti anaknya telah ada. Cepat-cepat ia menjumpai menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia dinamakan Muhammad. Nama ini tidak umum di kelompok orang Arab namun cukup di kenal. Kemudian dikembalikannya bayi itu pada ibunya. Saat ini mereka sedang menantikan orang yang bakal menyusukannya dari Keluarga Sa'd (Banu Sa'd), untuk lalu menyerahkan anaknya itu kepada salah seseorang dari mereka, seperti telah jadi kebiasaan kaum bangsawan Arab di Mekah.

Tentang th. saat Muhammad dilahirkan, sebagian ahli berlainan pendapat. Beberapa besar menyampaikan pada Th. Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas menyampaikan ia dilahirkan pada Tahun Gajah itu. Yang lain memiliki pendapat kelahirannya itu limabelas tahun sebelum saat momen gajah. Setelah itu ada yang mengatakan ia dilahirkan sekian hari atau sebagian bulan atau juga beberapa th. setelah Th. Gajah. Ada yang menaksir tiga tahun, serta ada juga yang menaksir hingga tujuh puluh tahun.

Juga beberapa pakar berbeda pendapat tentang bln. kelahirannya. Sebagian besar menyampaikan ia dilahirkan bln. Rabiul Awal. Ada yang berkata lahir dalam bln. Muharam, yang lain berpendapat dalam bln. Safar, beberapa lagi menyebutkan dalam bln. Rajab, sementara yang lain menyampaikan dalam bln. Ramadan.

Kelainan pendapat itu juga tentang hari bln. ia dilahirkan. Satu pendapat menyampaikan saat malam ke-2 Rabiul Awal, atau malam kedelapan, atau kesembilan. Namun pada umumnya mengatakan, bahwasanya dia dilahirkan pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini yaitu pendapat Ibn Ishaq serta yang lain.

Selanjutnya ada perbedaan pendapat tentang waktu kelahirannya, yakni siang atau malam, sekian juga mengenai tempat kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai sur l'Histoire des Arabes menyebutkan, bahwasanya Muhammad dilahirkan bln. Agustus 570, yaitu Th. Gajah, serta bahwasanya dia dilahirkan di Mekah dirumah kakeknya Abd'l-Muttalib.

Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd'l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini lalu dikerjakan dengan mengundang makan orang-orang Quraisy. Sesudah mereka mengetahui bahwa anak itu dinamakan Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tak sukai menggunakan nama nenek moyang. " Kuinginkan dia bakal jadi orang yang Terpuji, 1 untuk Tuhan di langit dan untuk makhlukNya di bumi, " jawab Abd'l Muttalib.

Aminah tetap menanti bakal menyerahkan anaknya itu kepada salah seseorang Keluarga Sa'd yang bakal menyusukan anaknya, sebagaimana telah jadi rutinitas bangsawan-bangsawan Arab di Mekah. Kebiasaan sekian ini tetap berlaku pada bangsawan-bangsawan Mekah. Pada hari kedelapan sesudah dilahirkan anak itupun diantar ke pedalaman serta baru kembali pulang ke kota setelah ia berusia delapan atau sepuluh tahun. Di kelompok kabilah-kabilah pedalaman yang terkenal dalam menyusukan ini salah satunya adalah kabilah Banu Sa'd. Sementara tetap menanti orang yang bakal menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya pada Thuwaiba, budak wanita pamannya, Abu Lahab. Sepanjang sekian waktu ia disusukan, seperti Hamzah yang juga lalu disusukannya. Jadi mereka yaitu saudara susuan.

Sekalipun Thuwaiba cuma sekian hari saja menyusukan, namun ia terus pelihara jalinan yang baik sekali sepanjang hidupnya. Setelah wanita itu wafat pada th. ketujuh setelah ia hijrah ke Medinah, untuk melanjutkan jalinan baik itu ia menanyakan perihal anaknya yang juga jadi saudara susuan. Tetapi lalu ia tahu bahwasanya anak itu juga sudah meninggal sebelum saat ibunya.

Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa'd yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka memanglah mencari bayi yang akan mereka susukan. Walau demikian mereka hindari anak-anak yatim. Sesungguhnya mereka tetap menginginkan suatu hal layanan dari sang bapak. Tengah dari anak-anak yatim sedikit yang dapat mereka inginkan. Oleh karenanya diantara mereka itu tak ada yang ingin mendatangi Muhammad. Mereka bakal mendapat hasil yang lumayan apabila mendatangi keluarga yang bisa mereka harapkan.

Akan namun Halimah bint Abi-Dhua'ib yang pada awalnya menampik Muhammad, seperti yang lain-lain juga, nyatanya tak mendapat bayi lain untuk ubahnya. Di samping itu lantaran dia memang seorang wanita yang kurang dapat, ibu-ibu lainpun tidak menghiraukannya. Sesudah setuju mereka bakal meninggalkan Mekah. Halimah berkata pada Harith bin Abd'l-'Uzza suaminya : "Tak suka saya pulang berbarengan dengan rekan-temanku tanpa membawa seseorang bayi. Biarlah saya pergi pada anak yatim itu bakal kubawa juga."

"Baiklah, " jawab suaminya. "Semoga karenanya Tuhan akan berikan barokah pada kita."

Halimah lalu mengambil Muhammad serta dibawanya pergibersama-sama dengan rekan-temannya ke pedalaman. Dia bercerita, bahwasanya dari diambilnya anak itu ia terasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk serta susunyapun bertambah. Tuhan sudah memberkati seluruhnya yang ada padanya.

Selama dua th. Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah serta diasuh oleh Syaima', puterinya. Hawa sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, serta menaikkan indah wujud serta pertumbuhan badannya. Sesudah cukup dua th. serta tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu pada ibunya serta setelah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal semacam ini dikerjakan karena kehendak ibunya, kata suatu info, serta info lain mengatakan lantaran kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih masak, juga memanglah di khawatirkan dari adanya serangan wabah Mekah.

Dua th. lagi anak itu tinggal di sahara, nikmati udara pedalaman yang jernih serta bebas, tak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tak oleh ikatan materi.

Pada saat itu, sebelum saat usianya meraih tiga th., ketika itulah berlangsung narasi yang banyak diceritakan orang. Yaitu, bahwa sesaat ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu tengah ada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd itu kembali pulang sembari lari, serta berkata kepada ibu-bapanya : " Saudaraku yang dari Quraisy itu sudah diambil oleh dua orang lelaki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sembari di balik-balikan. "

Dan perihal Halimah ini ada juga dikisahkan, bahwasanya mengenai diri serta suaminya ia berkata : " Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami temui dia tengah berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. sekian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan : " Mengapa kau, nak? " Dia menjawab : " Saya didatangi oleh dua orang lelaki kenakan pakaian putih. Saya di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari suatu hal di dalamnya. Tidak tahu aku apa yang mereka mencari. "

Halimah serta suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat ketakutan, kalau-kalau anak itu telah kesurupan. Setelah itu, dibawanya anak itu kembali pada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa suatu Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Namun dalam menceritakan momen ini Ibn Ishaq nampaknya hati-hati sekali serta menyampaikan bahwasanya sebab dikembalikannya pada ibunya bukan hanya lantaran narasi ada dua malaikat itu, tetapi - seperti narasi Halimah pada Aminah - saat ia di bawa pulang oleh Halimah setelah disapih, ada beberapa orang Nasrani Abisinia mencermati Muhammad dan menanyakan pada Halimah perihal anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata :

"Biarlah kami bawa anak ini pada raja kami di negeri kami. Anak ini bakal jadi orang utama. Kamilah yang mengetahui keadaannya." Halimah lalu cepat-cepat menghindari diri dari mereka dengan membawa anak itu. Sekian juga narasi yang dibawa oleh Tabari, namun ini tetap di ragukan ; karena dia menyebutkan Muhammad dalam usianya itu, lalu kembali menyebutkan bahwasanya hal semacam itu berlangsung tak lama sebelum kenabiannya serta usianya empatpuluh tahun..